Hampir satu dekade dalam proses peluncuran akhirnya kehadiran 5G yang kita tunggu-tunggu sudah di depan mata. Para perusahaan operator di Indonesia maupun dunia mulai gencar komersilkan jaringan 5G. Hal ini terlihat beberapa perusahaan di Indonesia bekerjsama dengan pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah meminta operator seluler untuk melakukan fiberisasi jaringan.
Peluncuran jaringan 5G di tahun ini diharapkan akan jauh lebih komprehensif dibandingkan peluncuran 4G atau jaringan-jaringan terdahulu.
Saat ini masyarakat menantikan peluncuran 5G dengan segudang pertanyaan, mulai dari “apa itu 5G?”, “apakah 5G akan menjangkau kota-kota yang mereka tinggalli?” atau mungkin akan ada perdebatan tentang “operator mana yang memiliki layanan terbaik 5G”.
Artikel ini diharapkan akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dibenak kita semua.
Dimulai dari, apa itu 5G?
5G merupakan next generation dari mobile broadband yang akan menggantikan kehadiran jaringan 4G atau setidaknya menambah koneksi dari 4G LTE. Dengan adanya 5G, kecepatan mengunduh (download) dan mengunggah (upload) meningkat hingga tiga kali lipat dari kecepatan generasi sebelumnya. Jaringan 5G akan membuat latensi, atau waktu yang dibutuhkan perangkat untuk berkomunikasi dengan jaringan nirkabel juga akan berkurang secara drastis.
Tapi, pasti banyak yang penasaran bagaimana cara kerja jaringan 5G?
Setelah kita tahu tentang jaringan 5G, selanjutnya kita coba pahami bagaimana cara kerja jaringan 5G. Karena 5G ini akan berbeda dari jaringan 4G LTE di generasi sebelumnya. Pertama, mari kita bahas tentang spectrum.
Tidak seperti LTE, jaringan 5G beroperasi dengan tiga pita spectrum yang berbeda, mungkin ini terlihat tidak terlalu penting tapi sebenarnya perbedaan spectrum ini akan memiliki efek dalam penggunaan jaringan kita sehari-sehari. Apa saja 3 spektrum tersebut?
Seberapa cepat kinerja 5G?
International Telecommunication Union (ITU) merupakan badan khusus PBB yang mengembangkan standar teknis untuk teknologi komunikasi dan menetapkan aturan untuk penggunaan radio dan interoperabilitas telekomunikasi.
Pada tahun 2012, ITU menciptakan sebuah program yang disebut “IMT for 2020 and beyond” (IMT-2020)” untuk meneliti dan menetapkan persyaratan minimum untuk jaringan 5G. Setelah bertahun-tahun melakukan penelitian, ITU membuat draft laporan dengan 13 persyaratan minimum untuk 5G pada tahun 2017.
Setelah ITU menetapkan 13 persyaratan minimum untuk 5G, The 3rd Generation Partnership Project (3GPP) (proyek kolaborasi kelompok-kelompok asosiasi generasi ketiga komunikasi dalam sebuah proyek) mulai bekerja untuk menciptakan standar pada 5G.
Bulan Desember 2017, 3GPP menyelesaikan spesifikasi non-sandalone (NSA), dan pada Juni 2018 3GPP menindaklanjuti dengan spesifikasi stand-alone (SA).
Baik standar NSA dan SA memiliki spesifikasi yang sama, NSA menggunakan jaringan LTE untuk melakukan peluncuran sementara, sedangkan SA menggunakan next-generation core network. Operator memulai dengan spesifikasi NSA, yang berarti kita akan kembali menggunakan 4G LTE di lingkungan non-5G.
Standar yang ditetapkan oleh 3GPP berkaitan dengan target kinerja IMT-2020, berikut ini kami rangkum 7 standar dari 3GPP:
Seperti yang sudah dibahas di awal, gelombang radio (spectrum) yang digunakan untuk pertukaran sinyal dan data antara handset dan base station pada teknologi 5G banyak menggunakan spectrum baru.
Sekarang kita kembalikan lagi pada kesiapan pemerintah menyambut teknologi 5G dalam hal penyediaan dan penataan spectrum. Hal ini bertujuan agar tidak ada tumpang tindih terutama pada siaran televisi digital yang juga membutuhkan spectrum baru.
Selain itu juga perlu diperhatikan bagaimana kesiapan masyarakat dalam menggunakan teknologi 5G, yang mana kita tahu saat ini penggunaan smartphone menjadi “mandatory” atau wajib digunakan bagi semua kalangan masyarakat tidak terlepas dari usia tua atau muda.
Tentu saja banyak dampak positif yang akan didapat, tapi tidak sedikit pula dampak negatif dari penggunaan smartphone yang bahkan dapat mengganggu dan merusak tatanan kehidupan masyarakat.
Sekararang pertanyaannya “perlu kah kita menggunakan teknologi 5G?” semua keputusan kembali kepada pemerintah, pihak operator dan diri masing-masing sebagai pengguna teknologi.